Assalamu’alaikum temans...! Apa kabar? Semoga selalu
sehat yaa, amiin...
Selamat datang kembali di Catatan Nunaa. Di bulan maret
ini ada novel yang baru saja selesai aku baca. Seperti review novel sebelumnya, novel ini juga hasil dari berburu giveaway di tahun 2015 kemarin. :D
Dan karena ini adalah novel pertama yang aku baca dari karya
penulis yang satu ini, seperti biasa kita sedikit mengenal dulu tentang
penulisnya yaa.
Novel Merindu Cahaya de Amstel ini adalah karya Arumi E,
seorang lulusan arsitektur kelahiran Jakarta tanggal 6 Mei. Mba Arumi sangat
senang menekuni dunia menulis dan hasil karyanya yang berupa cerpen remaja dan
cerpen anak banyak dimuat di berbagai majalah nasional. Selain senang menonton
film drama romantis dan serial detektif, Arumi suka juga mendengarkan musik The
Beatles loh!
Tahajud Cinta di
Kota New York (Zettu), Jojoba
(DeTeens), Amsterdam Ik Hou Van Je
(Grasindo), Monte Carlo (Gagas
Media), Cinta Valenia (Elex Media), Eleanor (GPU) adalah beberapa novel
beliau yang telah terbit. Dan suatu saat nanti pemilik twitter @rumieko ini
berharap bisa berkunjung ke negara-negara yang menjadi setting novel-novelnya.
~ ◊◊◊ ~
Judul Buku : Merindu Cahaya de Amstel
Penulis : ARUMI E
Jenis Buku : Romance
Islami
Desain Cover : Shutterstock &
Suprianto
Editor : Donna Widjajanto
Tata letak isi : Fajarianto
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Terbit : Tahun 2015
Tebal Buku : 276 halaman
ISBN : 978-602-03-2010-6
Reward Giveaway Merindu Cahaya de Amstel di ridhodanbukunya.wordpress.com
02 – 07 November 2015
“Kita mungkin tak bisa menjadi sempurna, tapi selalu ada
kesempatan menjadi lebih baik.”
~ Sinopsis ~
Cahaya
mentari sore menciptakan warna keemasan di permukaan Sungai Amstel.
Mengingatkan Nicolaas van Dijk, mahasiswa arsitektur yang juga fotografer, pada
sosok gadis Belanda dengan nama tak biasa, Khadija Veenhoven. Gadis yang
terekam kameranya dan menghasilkan sebuah foto “aneh”.
Rasa
penasaran pada Khadija mengusik kenangan Nico akan ibu yang meninggalkannya
saat kecil. Tak pernah terpikir olehnya untuk mencari sang ibu, sampai Khadija
memperkenalkannya pada Mala, penari asal Yogya yang mendapat beasiswa di salah
satu kampus seni di Amsterdam.
Ditemani
Mala, Nico memulai pencariannya di tanah kelahiran sang ibu. Namun Pieter,
dokter gigi yang terpikat pada Mala, tak membiarkan Nico dan Mala pergi tanpa
dirinya. Dia menyusul dan menyelinap di antara keduanya.
Tatkala
Nico memutuskan berdamai dengan masa lalu, seolah Tuhan belum mengizinkannya
memeluk kebahagiaan. Dia didera kehilangan dan rasa kecewa itu dia lampiaskan
pada Khadija yang telah mengajarinya menabur benih harapan.
Kembali
Nico mencari jawaban. Hingga sinar yang memantul di permukaan Sungai Amstel
menyadarkannya. Apa yang dicarinya ada di kota Amsterdam ini dan sejak
awal sudah mengiriminya pertanda. Akankah kali ini Nico berhasil memeluk
kebahagiaannya?
~ ◊◊◊ ~
~ My Review ~
Nicolaas Van Dijk adalah pemuda Belanda campuran
Indonesia. Mahasiswa arsitektur yang juga fotografer lepas. Nico menyukai street photography. Di jalanan,
terkadang dia menemukan sesuatu tak terduga yang menjadi gambar menarik setelah
terekam kameranya. Salah satu foto yang menarik perhatiannya adalah foto
seorang gadis berkerudung yang sedang duduk membaca buku di rerumputan. Foto
itu menjadi tidak biasa karena ada semburat cahaya mengelilingi tubuh gadis
itu. Gadis yang tidak sengaja ditabraknya saat ia asyik memotret. Gadis muslim
berwajah Eropa.
“Dia bukan sejenis malaikat, kan?” – Nico
(Hal.6)
Karena foto tak biasa itu Nico nekad mencari dan
mendatangi gadis itu. Ia memperkenalkan diri dan meminta ijin memotretnya.
Namun gadis bernama Khadija itu menatapnya curiga dan menolak dengan tegas.
Nico yang penasaran tidak menyerah begitu saja, ia malah mengambil foto Khadija
diam-diam. Dan ternyata di foto berikutnya tidak ada cahaya aneh pada foto
Khadija.
“Aku penasaran kenapa kamu tertarik dengan Islam. Sementara aku justru
punya pengalaman tidak enak tentang itu.” – Nico
(Hal.23)
Khadija yang ternyata seorang mualaf, mengingatkan Nico
pada sosok mamanya yang juga seorang muslim. Mama yang meninggalkannya saat
kecil dan memberikannya kenangan pahit yang membuatnya kecewa dan patah hati
karena ditinggalkan.
Suatu ketika Nico meminta ijin pada Khadija untuk memuat
fotonya di majalah karena ada tema yang cocok dengan foto itu. Namun Khadija
tetap keberatan. Khadija malah memperkenalkan Nico dengan Mala, penari asal
Yogya. Khadija pun menyarankan Nico memotret Mala. Profil Mala yang seorang penari
tradisional Indonesia yang mendapat beasiswa belajar tari kontemporer di
Amsterdam pasti menarik untuk dimuat di majalah.
Mengenal Mala kembali mengingatkan Nico pada mamanya yang
seorang wanita jawa. Ucapan Mala yang mengatakan kalau Nico merindukan mamanya
mengusik batin Nico. Memunculkan perasaan yang selama ini dipendamnya. Dan
secara tiba-tiba saja ide untuk ke Indonesia muncul. Sesuatu yang sebelumnya
tidak pernah terpikirkan olehnya.
Dengan ditemani Mala yang kebetulan pulang ke Indonesia
untuk menghadiri undangan menari di acara festival tari Internasional di Yogya,
Nico pun mencari keberadaan ibunya.
Bagaimana pertemuan Nico dengan ibunya yang sudah
berpisah selama enam belas tahun? Dan apa yang terjadi pada Nico ketika
akhirnya dia harus kehilangan lagi?
Lalu, bagaimana pesona seorang Khadija sehingga dapat
mempengaruhi orang-orang terdekatnya, seperti Mala, Pieter, bahkan Nico?
~ ◊◊◊ ~
~ My Opinion ~
Novel ini berkisah tentang beberapa tokoh diantaranya
Nico, Khadijah, Mala, dan Pieter. Walau porsi kisah Nico dan Khadija lebih
banyak, cerita tentang Mala dan Pieter juga sangat menarik perhatian. Penggunaan
Pov ketiga membuat kita diajak mengenal pribadi dan kehidupan keempatnya lebih
dalam. Nico yang memendam kekecewaan sekaligus kerinduan kepada ibunya yang
meninggalkannya sejak kecil. Khadija yang karena keputusannya menjadi mualaf
membuat hubungannya dengan orangtua dan saudaranya menjadi renggang. Ada juga
Mala yang berusaha keras menyelesaikan kuliahnya di Amsterdam dan terpaksa
harus jauh dari keluarganya di Indonesia. Dan Pieter, sepupu Khadija, yang
karena penasaran akhirnya menemukan cahaya dalam kehidupannya.
Novel ber-setting
di Belanda, khususnya Amsterdam ini, membawa kita seperti berjalan-jalan di
sana dan mengetahui bagaimana kehidupan orang-orangnya. Kita akan disajikan penggambaran
tentang pemandangan senja di tepian Sungai Amstel, suasana di sekeliling
Museumplein, juga kegiatan di Gedung Euromuslim Amsterdam. Yang menarik, orang
Amsterdam menyukai memakai sepeda sebagai alat transportasi. Selain ke
Amsterdam, novel ini juga membawa kita ke Yogya, Jakarta dan Bali, mengikuti
perjalanan Nico berburu gambar-gambar yang menarik dan indah.
Selain membawa aku berjalan-jalan ke beberapa tempat,
novel ini juga cukup membuat terharu. Di beberapa part aku sempat meneteskan
air mata. Tapi aku tidak akan mengungkapkan kisah mana saja yang sukses membuat
sesak itu, takut spoiler hehee. Oya, dalam novel ini juga mba Arumi mengenalkan
kita dengan beberapa kata/frase/kalimat dalam bahasa Belanda.
Aku baru pertama kali membaca novel karya Mba Arumi, dan
aku suka sekali dengan novel ini. Novel bergenre spiritual begini memang selalu
membuat hati adem juga menohok diri sendiri. Aku merasa disadarkan ketika
membaca kisah seorang Khadija yang baru menjadi mualaf selama 2 tahun, tapi
begitu total menjalankan hidupnya sebagai
the real muslimah, dari sikapnya, cara berpakaian, sampai konsep pergaulan
antar lawan jenis. Sementara aku yang terlahir sebagai seorang muslimah, baru
menjalankannya setengah-setengah. Aku dibuat kagum dengan pribadi Khadija dan
pesonanya yang dapat membuat orang-orang yang mengenalnya menemukan cahaya
dalam kehidupan mereka.
Kalau boleh kritik, menurutku sinopsis di belakang buku
terlalu detail. Uraiannya sangat jelas sehingga aku sendiri sudah bisa menebak
kemana ceritanya akan bergulir. Walau begitu tetap ada kejutan dalam cerita
ini, tentang Pieter terutama, dan aku sangat excited mengikuti kisah Pieter ini. Sementara untuk masalah
penulisan novel ini minim typo, aku
hanya menemukan tiga kali typo. Good job! Jadi membaca novel ini nyaman
sekali tanpa banyak gangguan typo. :D
Oya, aku juga mau berbagi sedikit tentang pengucapan
salam. Ketika memasuki rumah, orang muslim selalu mengucapkan ‘assalamualaikum’, dan orang yang
mendengarnya wajib menjawab ‘waalaikumsalam’.
Nah jika kita masuk ke dalam rumah yang dalam
keadaan kosong dan tidak ada orang yang akan menjawab salam, maka mamaku
mengajarkan untuk mengucapkan ‘assalamualaina
wa’ala ibadillahis solihin’ sebagai salam. Itu aja sih, semoga bermanfaat.
Ada beberapa kalimat menarik dan penuh makna yang
tersebar dalam novel ini, diantaranya:
“Aku seorang yang memandang ke depan. Tidak terpengaruh dengan masa lalu
seseorang.”
–Nico-
(hal.97)
“Aku tidak akan memaksamu menjalani hidup seperti aku. Karena yang akan
menjalani hidupmu adalah dirimu sendiri. Kamu yang paling tahu seperti apa cara
hidup yang paling nyaman buatmu.”
–Khadija- (hal.99)
“Soal dosa atau tidak dosa, Cuma Allah yang berhak menilai.”
“Kita sama-sama menuju kebaikan pelan-pelan.”
“Semua butuh proses. Allah menilai proses yang kamu lalui. Yang penting
kamu sudah berusaha menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.”
–Khadija-
(hal.100)
“Semoga Allah memberi aku kesempatan memperbaiki diri sedikit demi
sedikit.”
–Mala- (hal.100)
“Apa harus ada penjelasannya? Kamu yang bilang sendiri masalah keyakinan
adalah hal yang personal. Efeknya berbeda pada setiap orang. Tiap orang punya
rasa nyamannya sendiri tentang bagaimana cara menjalani hidup.”
–Pieter- (hal.162)
“Seriuslah berusaha mewujudkan tekadmu, jangan cuma bermimpi.”
–Nico-
(hal.171)
“Kalau kamu sudah punya niat kuat ingin mewujudkan sesuatu, selalu ada
jalan untuk mencapainya. Itu law of attraction namanya. Yakinlah dengan
keinginanmu.
–Nico- (hal.184)
Novel ini mengingatkanku kalau sudah lama banget aku
tidak membaca novel bertema religi yang selalu sukses menyentuh jiwa dan
membangkitkan sisi keimananku yang naik turun, terutama saat membaca cerita
tentang Khadija. Novel ini bagus dan layak dibaca siapa saja. Seperti judulnya,
Merindu Cahaya De Amstel, semoga pembaca dapat menemukan cahaya dalam hidupnya
kembali seperti para tokoh dalam kisah ini.
So, selamat membaca ya! ;)
~ ◊◊◊ ~
“Kita mungkin tak bisa
menjadi sempurna, tapi selalu ada kesempatan menjadi lebih baik.”
( Arumi E )
Salam
Nunaalia ^_^